Senin, 27 Februari 2012

Pengertian Kurikulum


TUGAS
TELAAH KURIKULUM SMA I




Oleh:
Josefin Desiana Situngkir
ACC 110 073






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2012



Ø Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam  proses pembelajaran. Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan, mampu dan tidaknya anak didik menyerap materi pempelajaran, tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada kurikulum yang digunakan. Jika kurikulumnya didesain dengan baik dan sistematis, komprehensif, dan integraldengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupannya, tentu hasil atau output pendidikan itupun akan mampu mewujudkan harapan.
Kurikulum berisikan suatu cita-cita yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan guru di sekolah. Isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, termasuk kegiatan dan pengalaman belajar, yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan anak didik. Kurikulum akan mempunyai arti dan fungsi mengubah perilaku siswa, jika dilaksanakan dan ditransformasikan oleh guru kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, proses pembelajaran adalah perwujudan pelaksanaan atau operasionalisasi kurikulum. Sedangkan kurikulum merupakan bentuk operasionalisasi pendidikan sekolah untuk mencapai tujuan institusi dari masing-masing jenjang sekolah.
Kurikulum berasal dari bahasa latin (yunani), yakni curere yang berubah menjadi kata benda curriculum. Kurikulum, bentuk jamaknya adalah curricula. Kata ini dipakai pertama kali dalam dunia atletik. Dalam dunia ini, kurikulum diartikan sebagai a race course, a place for running a chariot. Suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Sedangkan a chariot diartikan semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang lari dari start dampai finish.
Para ahli didalam mendevinisikan kurikulum mengalami perbedaan, karena kurikulum sifatnya dinamis serba berubah menurut perkembangan zaman. Dengan perkembangan zaman tersebut pemikiran para ahli juga mengalami pergeseran  pula, akan tetapi secara garis besar pengertian kurikulum terdapat dua macam corak, yaitu:
a.    Pengertian Tradisional kurikulum
Roebert M. Hutchin yang menyatakan: “The curiculum should include grammar, reading, theoric and logic, and mathematic, and eddition at the secondary level introduce the great books of the western world. Dalam kamus Weboter kurikulum diartikan: “Acourse, a specified fixed course of study, as in a school or cologe,a s leading to degree

Dari beberapa pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum menurut pengertian tradisional, adalah sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang harus ditempuh dipelajari dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau Ijazah

b.    Pengertian Modern kurikulum
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat membawa dampak terhadap berbagai perubahan aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan yang mengalami perubahan dalam kurikulum. Seiring dengan kamajuan zaman, sistem pendidikan menuntut untuk memenuhi faktor kebutuhan hidup yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Peran kurikulum dalam sekolah tidak hanya membekali  peserta didik dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga dituntut untuk dapat mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan kepribadian, bahkan dituntut agar anak didik dapat menguasai berbagai macam keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia pekerjaan. Untuk itu pengertian kurikulum tradisional diatas mengalami pergeseran terhadap pengertian kurikulum Modern
Pengertian Kurikulum modern sebagaimana yang dinyatakan Oleh zakiah daradjat, et. al “ All activities that are provided for studied by the school constitut: is curriculum” atau dapat juga dikatakan “ the term curiculum……include all of the experience of children for which the school accepts responsibity

Ada beberapa tokoh lain yang mengungkapkan makna kurikulum yang sepadan dengan pengertian di atas, seperti Hollis L. Caswell dan Campbell, yang menyatakan bahwa kurikulum adalah “…all of the experiences children have under the guidance of teacher”. Demikian juga dengan Dorris Lee dan Murray Lee yang menyatakan, bahwa kurikulum sebagai: “…those experiences of the child which the school in any way utilizes to influence
 Pada intinya pengertian kurikulum di atas tidak diartikan sebagai isi dan mata pelajaran lagi, akan tetapi diaggap sebagai  pengalaman belajar siswa. Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut berada dibawah tanggung jawab guru (sekolah). Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas intra ataupun ekstra kurikuler. Apapun yang dilakukan siswa asal saja ada dibawah tanggung jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum dalam artian modern.
Didalam pengertian tersebut tidak mengalami kesepakatan yang majemuk, karena dalam pengertian tersebut berupa bentuk perilaku siswa yang dihasilkan dari pengalamannya yang tidak mungkin dikontrol oleh guru secara keseluruhan. Oleh itu kurikulum sebagai suatu pengalam dianggap oleh beberapa ahli sebagai konsep yang luas dan mempunyai makna yang kabur.
Pendapat kurikulum sebagai perencanaan belajar diantaranya dikemukakan oleh Hida Taba:  “ A curiculum ia a paln for learning: therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of a curiculum” . yang berarti suatu rencana yang direnacanakan (sengaja) unutk dipelajari bagi peserta didik.
Akan tetapi perlu dipahami bersama, bahwa sekolah didirikan untuk membimbing perserta didik agar berkembang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ini berarti titik sentral kurikulum adalah anak didik itu sendiri. Perkembangan anak didik hanya akan dicapai apabila dia memperoleh pengalaman belajar melalui semua kegiatan yang disajikan sekolah, baik malalui pelajaran ataupun kegiatan yang lain. Oleh karena itu makna kurikulum dalam pengertian modern harus menyatukan antara aspek pengalaman peserta didik dan aspek perencanaan pengajaran.
Sebagaimana yang dikemukakan  oleh Zais bahwa “Kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran harus bermuara pada perolehan pengalaman peserta didik yang sengaja dirancang untuk mereka miliki.
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1.      kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2.      kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3.      kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4.      kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.


Ø  Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1.      Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
2.      Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
3.      Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.      Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.      Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.      Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1.      Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
2.      Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.      Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa :
(a)    kondisi atau lingkungan fisik; dan
(b)    kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
1.      Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.      Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.      Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.      Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.      Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.      Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.      Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.      Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.      Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.

C. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budayaataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagaifasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dariPembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.

D. Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.      Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.      Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.      Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.      Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.      Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6.      Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.

E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.


Ø  Fungsi Kurikulum
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
1.   Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifatwell adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

2.   Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3.   Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
4.   Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5.   Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6.   Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.